01 Februari 2017

Every Woman Is Beautiful


Semua wanita itu cantik.....

Kala itu aku sedang kerumah nenek yang ada di kota Solo. Waktu itu cuacanya sedang bagus-bagusnya. Dingin, mendung, aspal masih ada sisa air hujan yang juga membawa bau hujan siang itu. Karena hawa seperti itu yang aku suka, aku memutuskan diri untuk cari angin dan tiba saatnya aku duduk di dekat sekolah sambil memakan eskrim yang kubeli didepan gerbang sekolah itu. Disitu, aku melihat beberapa kelompok anak SD sedang berembuk. Mereka bermain petak umpet siang itu sepulang sekolah, sambil menunggu ayah dan ibu masing-masing menjemput dari rumah. Masih berbalut seragam merah-putih, keempat dari mereka berlari dan bersembunyi, di balik pohon, pintu kelas, dan gerbang pura. Setelah beberapa ronde salah satu dari mereka bosan dan mengusulkan untuk berganti permainan.

“Main benteng, lah!” salah satu anak memberi ide. Mereka memecah diri jadi dua regu, satu regu dua orang. Lewat hompimpa salah satu anak yang namanya Ratna dan seorang anak laki-laki bernama Bagus (aku lupa, antara Bagus atau Bagas sih) dipasangkan. Tak berapa lama, Bagus mengernyitkan dahi.
“Tapi aku nggak mau satu regu sama kamu,” ujar Bagus, jarinya menunjuk wajah Ratna. Dengan suara melengking seorang bocah yang masih jauh dari dewasa, ia melontarkan salah satu kalimat paling jujur yang pernah saya dengar di dunia:
“Aku maunya sama Vita aja… Soalnya dia cantik.

Kala itu cukup membuat aku ingat sambil tertawa. Ah, anak-anak, betapa jujurnya menilai siapa yang cantik dan siapa yang tidak cantik.Ya, readers ingat postingan minggu lalu aku? Inilah yang akan aku bahas. Aku merenung diri dan akhirnya aku sadar, bahwa setiap wanita cantik dengan caranya masing-masing. Ada masanya di mana aku pernah begitu berharap bisa punya penampilan yang berbeda. Aku berdoa — sebagai anak kecil yang belum tahu apa-apa — semoga di surga nanti aku diberikan rambut yang lebih lurus, kulit yang lebih putih, dan badan yang sempurna.

Karena di kehidupan saat ini, aku tidak memilikinya.

Kemudian aku belajar bahwa hampir semua perempuan yang ku kenal pernah merasakan kekhawatiran yang sama tentang penampilan mereka. Sebagian dari kita, hingga sekarang, masih merasakannya.

1.      Sejak kecil kita dibombardir oleh standar ganda kecantikan. Nasihat “Cintai diri apa adanya” selalu bersanding dengan iklan pemutih badan.


Berbicara tentang kecantikan memang membingungkan. Di satu sisi, kita sering mendengar berbagai nasihat yang menenangkan: bahwa kita tak perlu mengkhawatirkan penampilan, karena pada dasarnya, kata mereka, “Semua perempuan itu cantik.”

“Kalau kamu punya cita-cita dan berusaha gigih mewujudkannya, kamu cantik. Kalau kamu mampu menghargai orang lain dan bersikap sopan pada sesama, kamu cantik. Kalau kamu pandai matematika atau merangkai kata-kata, kamu cantik. Karena cantik itu perilaku, bukan seberapa mulus atau putih wajahmu.”

Sebenarnya ucapan ini ada benarnya. Siapa yang tidak kagum, misalnya, melihat perempuan yang berjuang menyeimbangkan kehidupan kantor dan keluarga, menyelaraskan cita-cita sendiri dan kepentingan anak-anaknya? Jika kecantikan memang ada banyak jenisnya, tentu perempuan-perempuan seperti mereka bisa kita panggil cantik. Cantik hati. Cantik tekad. Cantik otaknya.

Namun di sisi lain, kita juga harus mengakui. Jenis kecantikan perempuan yang selama ini paling banyak ditampakkan di media, yang dijual sebagian besar pengiklan di sana, dan yang paling sering kita puji di kehidupan sehari-hari adalah jenis kecantikan fisik. Jarang sekali ada kaitannya dengan kecerdasan otak, kegigihan mengejar cita-cita, atau kebaikan hati kita.

Dan lihatlah lebih dekat lagi. Kecantikan fisik yang selalu ditonjol-tonjolkan ini tak pernah jauh-jauh dari kulit yang terang, wajah kebarat-baratan, dan rambut yang hitam panjang. Padahal, tak semua dari kita memiliki atribut-atribut ini.

Sadar atau tidak, selama ini kita hidup dalam standar ganda. Rasanya seperti sedang membaca sebuah majalah remaja yang menurunkan artikel berisi ajakan untuk menerima diri kita apa adanya, kemudian melihat iklan produk pemutih tepat di halaman sebelahnya.

2.     Mungkin kamu belum selesai berdamai dengan warna kulitmu. Mungkin kamu masih harus berjibaku menerima berat badanmu. Tapi tersenyumlah: kamu tak perlu malu.


Mungkin selama ini kamu belum sepenuhnya menerima bentuk tubuhmu. Terlalu besar, terlalu cepat melar. Mungkin pula dahimu terlalu lebar, hidungmu terlalu pesek, matamu sipit, dan kamu berharap — meskipun tahu harapan itu sia-sia — bahwa suatu hari hidungmu jadi lebih mancung, matamu lebih lebar, rambutmu lebih halus dan lebih berkilau dari kebanyakan orang.

Namun sebenarnya, kamu hanya perlu lebih banyak waktu untuk berdamai dengan diri sendiri. Mematahkan segala mitos tentang kecantikan yang telah kamu serap selama ini. Memulihkan pikiranmu dari segala propaganda media butuh waktu yang lama. Jalannya harus berjalan pelan-pelan, dan tak bisa dipaksakan. Tenanglah, karena kamu punya seumur hidup untuk belajar.

3.  Kamu punya seumur hidup untuk belajar bahwa harga dirimu tidak datang dari penampilan. Hati terbuka, bibir yang bijak dalam bicara, dan tangan yang gigih bekerja sudah cukup untuk membuatmu dicinta.


Ketika begitu fokus pada kecantikan, kita bisa lupa bahwa masih ada begitu banyak hal yang lebih penting dari wajah dan raga. Sebut saja:

Kamu pernah membeli sesuatu yang sebenarnya tak kamu perlukan dari seorang penjual di jalan, hanya karena hatimu yang lembut jatuh kasihan. Kamu pernah rela tak tidur semalaman demi menyelesaikan kado untuk seseorang yang, dengan tulus, kamu sayang. Karena pribadimu yang perhatian, kamu tahu sahabatmu sedang didera kesulitan — bahkan ketika dia belum menceritakan apa-apa. Kamu berhasil menyeimbangkan dunia kuliah dengan dunia hobi. Meski sibuk menekuni hobi, Indeks Prestasi Kumulatifmu tetap tinggi.

Kamu akan belajar, pelan-pelan, bahwa hal-hal di atas seharusnya sudah cukup membuatmu bangga. Sungguh, kamu tidak perlu fisik yang sempurna untuk merasa dirimu berharga. Hati terbuka, bibir yang cerdas dan bijak dalam bicara, dan tangan yang gigih bekerja sudah cukup membuatmu layak dicinta.

Dan kamu akan paham, bahwa selama ini, kamu sudah memiliki itu semua.

4.    Hidup tak selalu berjalan baik. Akan ada hari di mana kamu merasa tak cantik. Namun saat hari itu tiba, kamu akan baik-baik saja. Karena kamu terlalu cerdas dan dewasa untuk menganggap bahwa cantik adalah segalanya.


Jadi, begini kenyataannya. Kita tidak akan berubah jadi secantik mereka yang tersenyum di sampul-sampul majalah remaja. Kita tidak akan tahu rasanya membuat belasan (apalagi ratusan dan ribuan) pria patah hati hanya lewat wajah dan tubuh yang kita punya. Dan tahukah kamu? Itu tidak apa-apa.

Mungkin suatu saat nanti, kita akan berani mendefinisikan ‘cantik’ menurut standar kita sendiri. Kita akan menganggap seseorang “cantik” karena tutur katanya, atau cekung senyum yang di wajahnya, atau sikapnya yang rendah hati meski sudah menuntut ilmu tinggi-tinggi.

Atau mungkin kita akan mengambil jalan yang lebih sederhana. Mengakui bahwa kita memang tidak cantik — dan menganggap hal ini biasa saja. Karena toh, ada banyak kualitas lain yang lebih penting dari diri kita.

------

Karena pada dasarnya……

Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Itu adalah sebuah takdir yang tidak bisa dibelokkan, dibengkokkan, atau semacamnya. Ia sudah paten, dan tidak laten. Dan itu adalah sebuah kenikmatan yang tiada duanya di dunia. Seperti dalam Al-Qur'an; Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Maka sekali lagi yang harus ditekankan sebelum masuk lebih dalam ialah, nikmatilah anugerah itu, selagi hidung masih bisa menghidu rasa yang ada dan pernah ada.

Oh wanita, jangan pernah kecewa juga kecele, bila ada orang yang berkata, wanita yang mengikuti lomba kecantikan itulah yang cantik, wanita yang menjadi sampul majalah atau sponsor sebuah produk adalah yang tercantik, sedangkan mereka wanita yang tidak mengikutinya dianggap tidak cantik. Pernyataan itu salah besar, dan benar-benar tidak benar. Jangan terlalu menghiraukan bila mendengar ataupun melihat kata-kata tersebut. Santai dan rileks saja. Kenapa mesti santai dan rileks saja menanggapi logika bodoh seperti itu?


Sudah dijelaskan 'kan di awal tadi, bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Dan oleh karena itu, sudah menjadi pembenaran bahwa tiap wanita itu cantik. Yakinlah, bahwa Tuhan menciptakan wanita dengan banyak alasan dan tujuan, yang tidak akan pernah diketahui oleh wanita itu sendiri.

Kecantikan tidak diukur dari parasmu, wanita. Memang benar, wajah cantik bisa membuat pria jatuh hati, bahkan jatuh cinta padamu, wanita. Tapi tidak selamanya kebenaran itu benar, wanita. Ada hal yang lebih daripada sekadar paras yang punya ruas terbatas. Pria, akan setia berada di sisi kamu apabila kamu punya kepribadian yang cantik. Kepribadian itu punya ruas yang tidak terbatas, bahkan hingga wajahmu mengeriputpun tidak jadi persoalan bagi sebuah kepribadian. Kepribadian cantik memang seharusnya hadir pada tiap wanita. Karena wanita adalah makhluk lembut, tapi tidak melulu lemah.


Berbicara cantik, jadi teringat akan satu hal. Dalam kata "cantik", hadir pula kata "antik". Jadi apa korelasi antara cantik dan antik? Sederhana, bahwa cantik itu mahal, selayaknya benda antik. Karena cantik itu mahal, maka sudah pasti tidak murah, kan? Kalau demikian adanya, maka cantik juga tidak gampangan, kan? Dan dengan demikian, cantik juga tidak mengumbar-umbar hingga menjadi hambar, kan? Kalau pertanyaan tadi di-iya-kan, maka akan diakhiri dengan sebuah pernyataan, cantik itu bermoral dan beretika. Moral dan etika adalah hal utama, bahkan hukum sekalipun tidak bisa mengalahkannya. Jadilah wanita yang bermoral, bukan amoral. Jadilah wanita yang beretika, tapi tidak sesaat dan seketika. Mungkin terlalu sulit untuk dicerna perkataan tadi, iya, wanita? Mudahnya, moral dan etika adalah sebuah rem kehidupan, selayaknya rem pada kendaraan.


Kamu (wanita) memang suka berdandan, dan berlama di depan kaca rias. Menggoreskan tiap benda-benda yang secara ajaib akan membuatmu lebih cantik, begitu kepercayaanmu, kan? Kalau begitu kepercayaanmu, maka cuma sebatas saja, dan akan hilang setelah benda-benda ajaibmu habis dan minta dibeli kembali. Padahal, guna mendapatkan bibir yang indah dan mempesona tidak mutlak dengan sebuah gincu, sekalipun dengan harga yang mahal. Bibir indah dan mempesona akan kamu dapatkan tatkala kamu melisankan kata-kata yang ramah tamah, sopan santun, serta menyejukan hati. Dan tidak mesti banyak pose depan kaca untuk mendapatkan gerak tubuh indah bak seorang model ternama di dunia. Cukup berjalanlah berlandaskan ilmu pengetahuan. Ketika kamu melakukan hal-hal demikian adanya, percayalah, pria manapun tidak akan tega melihat kamu sendirian dalam hidup.

Menutup cerita kecantikan kamu, wanita, bahwa pakaian mahal bukan menjadi tolak ukur sebuah kecantikan. Begitupun dengan bentuk tubuh, sekalipun bak biola Spanyol, itu juga bukan merupakan landasan untuk cantik. Cantik, itu hadir dari mata. Dari mata lah, wanita seolah menjadi gerbang untuk pria memasuki hatinya. Seperti kata orang bijak bilang, dari mata turun ke hati. Cantik, itu hadir pula dari halus jiwanya, bukan halus wajahnya. Jiwa yang halus akan memberikan kasih yang penuh dan tulus, kepada cinta sejatinya.

Terakhir dan patut diingat adalah, dunia kamu tidak akan berakhir hanya karena kamu dibilang tidak cantik. Yang mengakhirinya adalah jika kamu terlalu asyik mendengar perkataan tersebut, hingga menghina diri sendiri, yang padahal, sudah dijelaskan pada awal paragraf tadi, bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Nikmati itu, wanita.


Dari, saya. Saya dan kamu akan menjadi terlalu cerdas dan dewasa untuk menghamba pada kecantikan raga. 

-DH-