Semua wanita itu cantik.....
Kala
itu aku sedang kerumah nenek yang ada di kota Solo. Waktu itu cuacanya sedang
bagus-bagusnya. Dingin, mendung, aspal masih ada sisa air hujan yang juga
membawa bau hujan siang itu. Karena hawa seperti itu yang aku suka, aku
memutuskan diri untuk cari angin dan tiba saatnya aku duduk di dekat sekolah
sambil memakan eskrim yang kubeli didepan gerbang sekolah itu. Disitu, aku
melihat beberapa kelompok anak SD sedang berembuk. Mereka bermain petak umpet
siang itu sepulang sekolah, sambil menunggu ayah dan ibu masing-masing
menjemput dari rumah. Masih berbalut seragam merah-putih, keempat dari mereka
berlari dan bersembunyi, di balik pohon, pintu kelas, dan gerbang pura. Setelah
beberapa ronde salah satu dari mereka bosan dan mengusulkan untuk berganti permainan.
“Main
benteng, lah!” salah satu anak memberi ide. Mereka memecah diri jadi dua regu,
satu regu dua orang. Lewat hompimpa salah satu anak yang namanya Ratna
dan seorang anak laki-laki bernama Bagus (aku lupa, antara Bagus atau Bagas
sih) dipasangkan. Tak berapa lama, Bagus mengernyitkan dahi.
“Tapi aku
nggak mau satu regu sama kamu,” ujar Bagus, jarinya menunjuk wajah Ratna.
Dengan suara melengking seorang bocah yang masih jauh dari dewasa, ia
melontarkan salah satu kalimat paling jujur yang pernah saya dengar di dunia:
“Aku
maunya sama Vita aja… Soalnya dia cantik.“
Kala
itu cukup membuat aku ingat sambil tertawa. Ah, anak-anak, betapa jujurnya
menilai siapa yang cantik dan siapa yang tidak cantik.Ya, readers ingat
postingan minggu lalu aku? Inilah yang akan aku bahas. Aku merenung diri dan akhirnya aku sadar, bahwa setiap wanita cantik dengan caranya masing-masing. Ada masanya di mana aku
pernah begitu berharap bisa punya penampilan yang berbeda. Aku berdoa — sebagai
anak kecil yang belum tahu apa-apa — semoga di surga nanti aku diberikan rambut
yang lebih lurus, kulit yang lebih putih, dan badan yang sempurna.
Karena
di kehidupan saat ini, aku tidak memilikinya.
Kemudian
aku belajar bahwa hampir semua perempuan yang ku kenal pernah merasakan
kekhawatiran yang sama tentang penampilan mereka. Sebagian dari kita, hingga
sekarang, masih merasakannya.
1. Sejak kecil kita dibombardir oleh standar ganda kecantikan. Nasihat “Cintai diri apa adanya” selalu bersanding dengan iklan pemutih badan.
Berbicara
tentang kecantikan memang membingungkan. Di satu sisi, kita sering mendengar
berbagai nasihat yang menenangkan: bahwa kita tak perlu mengkhawatirkan
penampilan, karena pada dasarnya, kata mereka, “Semua perempuan itu cantik.”
“Kalau
kamu punya cita-cita dan berusaha gigih mewujudkannya, kamu cantik. Kalau kamu
mampu menghargai orang lain dan bersikap sopan pada sesama, kamu cantik. Kalau
kamu pandai matematika atau merangkai kata-kata, kamu cantik. Karena cantik itu
perilaku, bukan seberapa mulus atau putih wajahmu.”
Sebenarnya
ucapan ini ada benarnya. Siapa yang tidak kagum, misalnya, melihat perempuan
yang berjuang menyeimbangkan kehidupan kantor dan keluarga, menyelaraskan
cita-cita sendiri dan kepentingan anak-anaknya? Jika kecantikan memang ada
banyak jenisnya, tentu perempuan-perempuan seperti mereka bisa kita panggil
cantik. Cantik hati. Cantik tekad. Cantik otaknya.
Namun
di sisi lain, kita juga harus mengakui. Jenis kecantikan perempuan yang selama
ini paling banyak ditampakkan di media, yang dijual sebagian besar pengiklan di
sana, dan yang paling sering kita puji di kehidupan sehari-hari adalah jenis
kecantikan fisik. Jarang sekali ada kaitannya dengan kecerdasan otak, kegigihan
mengejar cita-cita, atau kebaikan hati kita.
Dan
lihatlah lebih dekat lagi. Kecantikan fisik yang selalu ditonjol-tonjolkan ini
tak pernah jauh-jauh dari kulit yang terang, wajah kebarat-baratan, dan rambut
yang hitam panjang. Padahal, tak semua dari kita memiliki atribut-atribut ini.
Sadar
atau tidak, selama ini kita hidup dalam standar ganda. Rasanya seperti sedang
membaca sebuah majalah remaja yang menurunkan artikel berisi ajakan untuk
menerima diri kita apa adanya, kemudian melihat iklan produk pemutih tepat di
halaman sebelahnya.
2. Mungkin kamu belum selesai berdamai dengan warna kulitmu. Mungkin kamu masih harus berjibaku menerima berat badanmu. Tapi tersenyumlah: kamu tak perlu malu.
Mungkin
selama ini kamu belum sepenuhnya menerima bentuk tubuhmu. Terlalu besar,
terlalu cepat melar. Mungkin pula dahimu terlalu lebar, hidungmu terlalu pesek,
matamu sipit, dan kamu berharap — meskipun tahu harapan itu sia-sia — bahwa
suatu hari hidungmu jadi lebih mancung, matamu lebih lebar, rambutmu lebih
halus dan lebih berkilau dari kebanyakan orang.
Namun
sebenarnya, kamu hanya perlu lebih banyak waktu untuk berdamai dengan diri
sendiri. Mematahkan segala mitos tentang kecantikan yang telah kamu serap
selama ini. Memulihkan
pikiranmu dari segala propaganda media butuh waktu yang lama. Jalannya harus
berjalan pelan-pelan, dan tak bisa dipaksakan. Tenanglah, karena kamu punya seumur
hidup untuk belajar.
3. Kamu punya seumur hidup untuk belajar bahwa harga dirimu tidak datang dari penampilan. Hati terbuka, bibir yang bijak dalam bicara, dan tangan yang gigih bekerja sudah cukup untuk membuatmu dicinta.
Ketika
begitu fokus pada kecantikan, kita bisa lupa bahwa masih ada begitu banyak hal
yang lebih penting dari wajah dan raga. Sebut saja:
Kamu
pernah membeli sesuatu yang sebenarnya tak kamu perlukan dari seorang penjual
di jalan, hanya karena hatimu yang lembut jatuh kasihan. Kamu pernah rela tak
tidur semalaman demi menyelesaikan kado untuk seseorang yang, dengan tulus,
kamu sayang. Karena pribadimu yang perhatian, kamu tahu sahabatmu sedang didera
kesulitan — bahkan ketika dia belum menceritakan apa-apa. Kamu berhasil
menyeimbangkan dunia kuliah dengan dunia hobi. Meski sibuk menekuni hobi,
Indeks Prestasi Kumulatifmu tetap tinggi.
Kamu
akan belajar, pelan-pelan, bahwa hal-hal di atas seharusnya sudah cukup
membuatmu bangga. Sungguh, kamu tidak perlu fisik yang sempurna untuk merasa
dirimu berharga. Hati terbuka, bibir yang cerdas dan bijak dalam bicara, dan
tangan yang gigih bekerja sudah cukup membuatmu layak dicinta.
Dan
kamu akan paham, bahwa selama ini, kamu sudah memiliki itu semua.
4. Hidup tak selalu berjalan baik. Akan ada hari di mana kamu merasa tak cantik. Namun saat hari itu tiba, kamu akan baik-baik saja. Karena kamu terlalu cerdas dan dewasa untuk menganggap bahwa cantik adalah segalanya.
Jadi,
begini kenyataannya. Kita tidak akan berubah jadi secantik mereka yang tersenyum
di sampul-sampul majalah remaja. Kita tidak akan tahu rasanya membuat belasan
(apalagi ratusan dan ribuan) pria patah hati hanya lewat wajah dan tubuh yang
kita punya. Dan tahukah kamu? Itu tidak apa-apa.
Mungkin
suatu saat nanti, kita akan berani mendefinisikan ‘cantik’ menurut standar kita
sendiri. Kita akan menganggap seseorang “cantik” karena tutur katanya, atau
cekung senyum yang di wajahnya, atau sikapnya yang rendah hati meski sudah
menuntut ilmu tinggi-tinggi.
Atau
mungkin kita akan mengambil jalan yang lebih sederhana. Mengakui bahwa kita
memang tidak cantik — dan menganggap hal ini biasa saja. Karena toh, ada
banyak kualitas lain yang lebih penting dari diri kita.
------
Karena
pada dasarnya……
Manusia adalah
makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Itu adalah sebuah takdir yang tidak
bisa dibelokkan, dibengkokkan, atau semacamnya. Ia sudah paten, dan tidak
laten. Dan itu adalah sebuah kenikmatan yang tiada duanya di dunia. Seperti
dalam Al-Qur'an; Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Maka
sekali lagi yang harus ditekankan sebelum masuk lebih dalam ialah, nikmatilah
anugerah itu, selagi hidung masih bisa menghidu rasa yang ada dan pernah ada.
Oh wanita,
jangan pernah kecewa juga kecele, bila ada orang yang berkata, wanita yang
mengikuti lomba kecantikan itulah yang cantik, wanita yang menjadi sampul
majalah atau sponsor sebuah produk adalah yang tercantik, sedangkan mereka
wanita yang tidak mengikutinya dianggap tidak cantik. Pernyataan itu salah
besar, dan benar-benar tidak benar. Jangan terlalu menghiraukan bila mendengar
ataupun melihat kata-kata tersebut. Santai dan rileks saja. Kenapa mesti santai
dan rileks saja menanggapi logika bodoh seperti itu?
Sudah
dijelaskan 'kan di awal tadi, bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling
sempurna. Dan oleh karena itu, sudah menjadi pembenaran bahwa tiap wanita itu
cantik. Yakinlah, bahwa Tuhan menciptakan wanita dengan banyak alasan dan
tujuan, yang tidak akan pernah diketahui oleh wanita itu sendiri.
Kecantikan
tidak diukur dari parasmu, wanita. Memang benar, wajah cantik bisa membuat pria
jatuh hati, bahkan jatuh cinta padamu, wanita. Tapi tidak selamanya kebenaran
itu benar, wanita. Ada hal yang lebih daripada sekadar paras yang punya ruas
terbatas. Pria, akan setia berada di sisi kamu apabila kamu punya kepribadian
yang cantik. Kepribadian itu punya ruas yang tidak terbatas, bahkan hingga
wajahmu mengeriputpun tidak jadi persoalan bagi sebuah kepribadian. Kepribadian
cantik memang seharusnya hadir pada tiap wanita. Karena wanita adalah makhluk
lembut, tapi tidak melulu lemah.
Berbicara
cantik, jadi teringat akan satu hal. Dalam kata "cantik", hadir pula
kata "antik". Jadi apa korelasi antara cantik dan antik? Sederhana,
bahwa cantik itu mahal, selayaknya benda antik. Karena cantik itu mahal, maka
sudah pasti tidak murah, kan? Kalau demikian adanya, maka cantik juga tidak
gampangan, kan? Dan dengan demikian, cantik juga tidak mengumbar-umbar hingga
menjadi hambar, kan? Kalau pertanyaan tadi di-iya-kan, maka akan diakhiri
dengan sebuah pernyataan, cantik itu bermoral dan beretika. Moral dan etika
adalah hal utama, bahkan hukum sekalipun tidak bisa mengalahkannya. Jadilah
wanita yang bermoral, bukan amoral. Jadilah wanita yang beretika, tapi tidak
sesaat dan seketika. Mungkin terlalu sulit untuk dicerna perkataan tadi, iya,
wanita? Mudahnya, moral dan etika adalah sebuah rem kehidupan, selayaknya rem
pada kendaraan.
Kamu (wanita)
memang suka berdandan, dan berlama di depan kaca rias. Menggoreskan tiap
benda-benda yang secara ajaib akan membuatmu lebih cantik, begitu
kepercayaanmu, kan? Kalau begitu kepercayaanmu, maka cuma sebatas saja, dan
akan hilang setelah benda-benda ajaibmu habis dan minta dibeli kembali.
Padahal, guna mendapatkan bibir yang indah dan mempesona tidak mutlak dengan sebuah
gincu, sekalipun dengan harga yang mahal. Bibir indah dan mempesona akan kamu
dapatkan tatkala kamu melisankan kata-kata yang ramah tamah, sopan santun,
serta menyejukan hati. Dan tidak mesti banyak pose depan kaca untuk mendapatkan
gerak tubuh indah bak seorang model ternama di dunia. Cukup berjalanlah
berlandaskan ilmu pengetahuan. Ketika kamu melakukan hal-hal demikian adanya,
percayalah, pria manapun tidak akan tega melihat kamu sendirian dalam hidup.
Menutup cerita
kecantikan kamu, wanita, bahwa pakaian mahal bukan menjadi tolak ukur sebuah
kecantikan. Begitupun dengan bentuk tubuh, sekalipun bak biola Spanyol, itu
juga bukan merupakan landasan untuk cantik. Cantik, itu hadir dari mata. Dari
mata lah, wanita seolah menjadi gerbang untuk pria memasuki hatinya. Seperti
kata orang bijak bilang, dari mata turun ke hati. Cantik, itu hadir pula dari
halus jiwanya, bukan halus wajahnya. Jiwa yang halus akan memberikan kasih yang
penuh dan tulus, kepada cinta sejatinya.
Terakhir dan
patut diingat adalah, dunia kamu tidak akan berakhir hanya karena kamu dibilang
tidak cantik. Yang mengakhirinya adalah jika kamu terlalu asyik mendengar
perkataan tersebut, hingga menghina diri sendiri, yang padahal, sudah
dijelaskan pada awal paragraf tadi, bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan
yang paling sempurna. Nikmati itu, wanita.
Dari, saya. Saya dan kamu akan menjadi terlalu
cerdas dan dewasa untuk menghamba pada kecantikan raga.
-DH-
0 komentar:
Posting Komentar