28 Januari 2018

Mahasiswa Aktif VS Mahasiswa Biasa?


Buat kalian-kalian yang udah mahasiswa, pasti pernah denger istilah "kura-kura", atau "kupu-kupu", bahkan "kunang-kunang"? Mungkin ada yang masih asing dengan istilah-istilah itu. Aku bantu perjelas kembali ya. Mahasiswa kura-kura merupakan julukan untuk mahasiswa yang setelah melakukan kegiatan perkuliahan, kemudian disibukkan dengan kegiatan rapat disebuah organisasi, sehingga dijuluki mahasiswa kura-kura (kuliah rapat-kuliah rapat). Mahasiswa kupu-kupu merupakan julukan mahasiswa yang melakukan kegiatan perkuliahan setelah itu pulang, sehingga dijuluki mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang). Dan mahasiswa kunang-kunang merupakan julukan mahasiswa yang hobi nongkrong dengan teman-temannya, entah itu setelah kuliah atau bahkan sebelum kuliah, sehingga dijuluki mahasiswa kunag-kunang (kuliah nangkring-kuliah nangkring). Jadi termasuk mahasiswa apakah kamu? 😅

Langsung ke pembahasan aja kali ya. Jadi gini, salah satu hal paling menyedihkan yang pernah saya dengar semasa kuliah ini adalah: Ketika ada oknum-oknum mahasiswa yang merasa menjadi mahasiswa "teraktif" dan "hebat", merasa menjadi mahasiswa "paling berpengaruh" karena organisasinya banyak dan kepanitiaan yang ia ikuti membludak, berkata dengan nyinyir dan melecehkan para mahasiswa "biasa" yang memutuskan untuk tidak ikut organisasi dan kepanitiaan. Katanya, mahasiswa-mahasiswa "biasa" tersebut tidak akan mendapatkan softskill seperti yang didapat mahasiswa "aktif", dan organisatoris. Mereka tidak akan mendapatkan relasi dan link yang banyak. Sulit mendapatkan pekerjaan karena tidak pandai berbicara didepan orang banyak.


Dalam sudut pandang saya, selaku pribadi yang melakukan banyak dosa dan kesalahan, serta kemampuan intelektual yang terbatas ini, ingin menanyakan kepada oknum tersebut. Mungkin tepatnya memberikan pernyataan.

Salahkah, jika seorang mahasiswa memutuskan untuk menjadi "mahasiswa biasa". Dimana is memutuskan untuk menjadi mahasiswa yang menyempatkan bertemu orang tuanya yang sudah tua dan susah payah cari uang untuk membayar kuliahnya di akhir pekan? Memperhatikan mereka menua seiring dengan semakin cepat semester-semester berlalu?
Salahkah "mahasiswa biasa" tersebut memilih untuk tidak menyibukkan diri di organisasi, mengikuti rapat dan lain-lain melainkan menyibukkan diri mengerjakan tugas kelompok dimana selalu ada anggota kelompok yang tidak tahu diri-nya sudah melampaui batas. Sibuk mengerjakan tugas kelompok dengan porsi lebih banyak daripada anggota kelompok lainnya. Salahkah?
Salahkah, atau seberdosa itukah "mahasiswa biasa" memilih untuk menjadi "biasa" saja dengan memilih untuk rajin berolahraga di pagi dan sore hari, atau menyisihkan uang untuk menjadi member sebuah gym untuk menyehatkan tubuhnya, tidak seperti anda, wahai oknum, yang merasa sangat membawa perubahan terhadap kampus, yang tidak sempat berolahraga karena terlalu sibuk mencaci orang yang tidak sesibuk anda. 
Salahkah "mahasiswa biasa" memutuskan untuk tidak mengikuti organisasi seperti anda, wahai oknum, karena ia lebih memilih menggunakan uang dan waktunya untuk les piano, gitar, vokal, karena ia memiliki bakat di bidang tersebut?
Salahkah "mahasiswa biasa" memutuskan untuk memilih memperbanyak ibadah untuk mendengarkan ceramah agama, bangun tengah malam bukan karena deadline LPJ namun kaena ingin bercengkrama dengan Sang Khalik di sholat tahajudnya? Pukul 7 malam, ia bersiap-siap dan membersihkan diri bukan untuk rapat melainkan untuk bertadarus? Hari Minggu memperindah diri bukan untuk survey ini-itu kesana-kemari namun untuk pergi ke tempat ibadah dimana ia berterima kasih kepada Sang Pencipta atas segalanya?


Wahai oknum. Softskill, relasi, dan pekerjaan bukan anda dan organisasi yang menentukannya. Mungkin berpengaruh, namun tidak sedemikian rupa pengaruhnya. Attitude lah yang menentukannya! Tuhan Yang Maha Esa lah yang berhak atas segalanya!
Bukankah dengan mengerjakan tugas kelompok itu juga merupakan softskill? Bagaimana tidak? Mencari literature, membuat presentasi dan makalah dengan baik, dan memahami orang yang sibuk juga merupakan hal penting. 
Bagaimana anda bisa mendapatkan relasi jika anda bukan orang yang cerdas dalam bersikap? Tidak ramah, tidak sopan, selalu ingin menang, gila hormat untuk dipuji dan dihargai namum lupa menghargai? 
Bagaimana orang bisa betah jika anda berpura-pura berkata lembut kepada orang padahal anda berkata buruk tentang teman satu panitia kepada yang jabatannya lebih tinggi? Kepada ketua anda, mungkin? Relasi akan bubar jika disetiap acara anda selalu ingin menjadi raja atau ratu! Kebusukan akan terbongkar semuanya, ingat. Anda masih berada dilingkup organisasi, loh.

Yang perlu ditekankan sekali lagi disini:
Salahkah jika "mahasiswa biasa" tidak ikut organisasi karena harus bekerja paruh waktu untuk membiayai hidupnya?!
Yang salah adalah ketika menjadi mahasiswa yang sangat apatis. Ketika ada acara kampus, tidak mau tau dan menganggap hal yang tabu jika ikut hadir di acara terebut. Yang salah adalah sudah tidak ikut organisasi dan semacamnya tapi malah sok sibuk, tidak mengerjakan tugas kelompok, sibuk bermain, tidak tepat waktu mengerjakan laporan, tidak hadir kuliah tapi rajin titip absen, menghabiskan jatah uang bulanan dari orang tua untuk foya-foya, dan senang bergaul dengan pergaulan yang bebas.


Jadi, belajarlah untuk lebih menghargai lagi keputusan orang lain. Kita sama-sama manusia, sehingga hanya Tuhan lah yang berhak menilai dan menghakimi. Anda pun sebenarnya tidak hebat, tidak berpengaruh, tidak membanggakan kampus,dan pandai mengambil hati orang. Jadi mungkin hebat, berpengaruh karena anda sangat "aktif" itu hanya perasaan anda saja. Tidak ada yang salah dengan teman-teman kita yang memilih untuk sibuk dan membanggakan kampus dengan cara yang lain. Kita lah yang harus belajar menghargai dan mengapresiasi orang lain.

Penting:
1. Saya bilang "oknum", artinya tidak semua orang aktif organisasi dan kepanitiaan seperti itu.
2. Saya adalah seorang mahasiswa yang aktif berorganisasi dan sangat sering ditunjuk sebagai bagian dari kepanitiaan, sehingga saya tidak berdiri untuk membela suatu kaum tertentu. Saya hanya mencoba berpikir dalam sisi yang berbeda, andai saya jadi mahasiswa non organisatoris dan dihina sedemikian rupa.
3. Apabila tulisan saya ini memiliki khilaf, saya memohon maaf. Saya manusia yang tidak ada hebatnya, tidak terlalu intelek, masih belum bisa membanggakan kampus, dan belum bisa membanggakan orang tua.
4. Bagi kalian yang membaca tulisan ini, semoga dihindari dari oknum-oknum seperti itu. Teruslah melangkah dengan besar hati atas semua hinaan, teruslah berprestasi, teruslah jenguk orang tua, teruslah beribadah, teruslah tingkatkan bakat kalian. Bagi yang aktif berorganisasi, lanjutkanlah. Tetap kuat dalam melakukan pergerakan yang positif. Selalu jaga kesehatan, serta jangan lupakan Tuhan dan orang tua. 

GOD BLESS YOU ALL 💕

01 Februari 2017

Every Woman Is Beautiful


Semua wanita itu cantik.....

Kala itu aku sedang kerumah nenek yang ada di kota Solo. Waktu itu cuacanya sedang bagus-bagusnya. Dingin, mendung, aspal masih ada sisa air hujan yang juga membawa bau hujan siang itu. Karena hawa seperti itu yang aku suka, aku memutuskan diri untuk cari angin dan tiba saatnya aku duduk di dekat sekolah sambil memakan eskrim yang kubeli didepan gerbang sekolah itu. Disitu, aku melihat beberapa kelompok anak SD sedang berembuk. Mereka bermain petak umpet siang itu sepulang sekolah, sambil menunggu ayah dan ibu masing-masing menjemput dari rumah. Masih berbalut seragam merah-putih, keempat dari mereka berlari dan bersembunyi, di balik pohon, pintu kelas, dan gerbang pura. Setelah beberapa ronde salah satu dari mereka bosan dan mengusulkan untuk berganti permainan.

“Main benteng, lah!” salah satu anak memberi ide. Mereka memecah diri jadi dua regu, satu regu dua orang. Lewat hompimpa salah satu anak yang namanya Ratna dan seorang anak laki-laki bernama Bagus (aku lupa, antara Bagus atau Bagas sih) dipasangkan. Tak berapa lama, Bagus mengernyitkan dahi.
“Tapi aku nggak mau satu regu sama kamu,” ujar Bagus, jarinya menunjuk wajah Ratna. Dengan suara melengking seorang bocah yang masih jauh dari dewasa, ia melontarkan salah satu kalimat paling jujur yang pernah saya dengar di dunia:
“Aku maunya sama Vita aja… Soalnya dia cantik.

Kala itu cukup membuat aku ingat sambil tertawa. Ah, anak-anak, betapa jujurnya menilai siapa yang cantik dan siapa yang tidak cantik.Ya, readers ingat postingan minggu lalu aku? Inilah yang akan aku bahas. Aku merenung diri dan akhirnya aku sadar, bahwa setiap wanita cantik dengan caranya masing-masing. Ada masanya di mana aku pernah begitu berharap bisa punya penampilan yang berbeda. Aku berdoa — sebagai anak kecil yang belum tahu apa-apa — semoga di surga nanti aku diberikan rambut yang lebih lurus, kulit yang lebih putih, dan badan yang sempurna.

Karena di kehidupan saat ini, aku tidak memilikinya.

Kemudian aku belajar bahwa hampir semua perempuan yang ku kenal pernah merasakan kekhawatiran yang sama tentang penampilan mereka. Sebagian dari kita, hingga sekarang, masih merasakannya.

1.      Sejak kecil kita dibombardir oleh standar ganda kecantikan. Nasihat “Cintai diri apa adanya” selalu bersanding dengan iklan pemutih badan.


Berbicara tentang kecantikan memang membingungkan. Di satu sisi, kita sering mendengar berbagai nasihat yang menenangkan: bahwa kita tak perlu mengkhawatirkan penampilan, karena pada dasarnya, kata mereka, “Semua perempuan itu cantik.”

“Kalau kamu punya cita-cita dan berusaha gigih mewujudkannya, kamu cantik. Kalau kamu mampu menghargai orang lain dan bersikap sopan pada sesama, kamu cantik. Kalau kamu pandai matematika atau merangkai kata-kata, kamu cantik. Karena cantik itu perilaku, bukan seberapa mulus atau putih wajahmu.”

Sebenarnya ucapan ini ada benarnya. Siapa yang tidak kagum, misalnya, melihat perempuan yang berjuang menyeimbangkan kehidupan kantor dan keluarga, menyelaraskan cita-cita sendiri dan kepentingan anak-anaknya? Jika kecantikan memang ada banyak jenisnya, tentu perempuan-perempuan seperti mereka bisa kita panggil cantik. Cantik hati. Cantik tekad. Cantik otaknya.

Namun di sisi lain, kita juga harus mengakui. Jenis kecantikan perempuan yang selama ini paling banyak ditampakkan di media, yang dijual sebagian besar pengiklan di sana, dan yang paling sering kita puji di kehidupan sehari-hari adalah jenis kecantikan fisik. Jarang sekali ada kaitannya dengan kecerdasan otak, kegigihan mengejar cita-cita, atau kebaikan hati kita.

Dan lihatlah lebih dekat lagi. Kecantikan fisik yang selalu ditonjol-tonjolkan ini tak pernah jauh-jauh dari kulit yang terang, wajah kebarat-baratan, dan rambut yang hitam panjang. Padahal, tak semua dari kita memiliki atribut-atribut ini.

Sadar atau tidak, selama ini kita hidup dalam standar ganda. Rasanya seperti sedang membaca sebuah majalah remaja yang menurunkan artikel berisi ajakan untuk menerima diri kita apa adanya, kemudian melihat iklan produk pemutih tepat di halaman sebelahnya.

2.     Mungkin kamu belum selesai berdamai dengan warna kulitmu. Mungkin kamu masih harus berjibaku menerima berat badanmu. Tapi tersenyumlah: kamu tak perlu malu.


Mungkin selama ini kamu belum sepenuhnya menerima bentuk tubuhmu. Terlalu besar, terlalu cepat melar. Mungkin pula dahimu terlalu lebar, hidungmu terlalu pesek, matamu sipit, dan kamu berharap — meskipun tahu harapan itu sia-sia — bahwa suatu hari hidungmu jadi lebih mancung, matamu lebih lebar, rambutmu lebih halus dan lebih berkilau dari kebanyakan orang.

Namun sebenarnya, kamu hanya perlu lebih banyak waktu untuk berdamai dengan diri sendiri. Mematahkan segala mitos tentang kecantikan yang telah kamu serap selama ini. Memulihkan pikiranmu dari segala propaganda media butuh waktu yang lama. Jalannya harus berjalan pelan-pelan, dan tak bisa dipaksakan. Tenanglah, karena kamu punya seumur hidup untuk belajar.

3.  Kamu punya seumur hidup untuk belajar bahwa harga dirimu tidak datang dari penampilan. Hati terbuka, bibir yang bijak dalam bicara, dan tangan yang gigih bekerja sudah cukup untuk membuatmu dicinta.


Ketika begitu fokus pada kecantikan, kita bisa lupa bahwa masih ada begitu banyak hal yang lebih penting dari wajah dan raga. Sebut saja:

Kamu pernah membeli sesuatu yang sebenarnya tak kamu perlukan dari seorang penjual di jalan, hanya karena hatimu yang lembut jatuh kasihan. Kamu pernah rela tak tidur semalaman demi menyelesaikan kado untuk seseorang yang, dengan tulus, kamu sayang. Karena pribadimu yang perhatian, kamu tahu sahabatmu sedang didera kesulitan — bahkan ketika dia belum menceritakan apa-apa. Kamu berhasil menyeimbangkan dunia kuliah dengan dunia hobi. Meski sibuk menekuni hobi, Indeks Prestasi Kumulatifmu tetap tinggi.

Kamu akan belajar, pelan-pelan, bahwa hal-hal di atas seharusnya sudah cukup membuatmu bangga. Sungguh, kamu tidak perlu fisik yang sempurna untuk merasa dirimu berharga. Hati terbuka, bibir yang cerdas dan bijak dalam bicara, dan tangan yang gigih bekerja sudah cukup membuatmu layak dicinta.

Dan kamu akan paham, bahwa selama ini, kamu sudah memiliki itu semua.

4.    Hidup tak selalu berjalan baik. Akan ada hari di mana kamu merasa tak cantik. Namun saat hari itu tiba, kamu akan baik-baik saja. Karena kamu terlalu cerdas dan dewasa untuk menganggap bahwa cantik adalah segalanya.


Jadi, begini kenyataannya. Kita tidak akan berubah jadi secantik mereka yang tersenyum di sampul-sampul majalah remaja. Kita tidak akan tahu rasanya membuat belasan (apalagi ratusan dan ribuan) pria patah hati hanya lewat wajah dan tubuh yang kita punya. Dan tahukah kamu? Itu tidak apa-apa.

Mungkin suatu saat nanti, kita akan berani mendefinisikan ‘cantik’ menurut standar kita sendiri. Kita akan menganggap seseorang “cantik” karena tutur katanya, atau cekung senyum yang di wajahnya, atau sikapnya yang rendah hati meski sudah menuntut ilmu tinggi-tinggi.

Atau mungkin kita akan mengambil jalan yang lebih sederhana. Mengakui bahwa kita memang tidak cantik — dan menganggap hal ini biasa saja. Karena toh, ada banyak kualitas lain yang lebih penting dari diri kita.

------

Karena pada dasarnya……

Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Itu adalah sebuah takdir yang tidak bisa dibelokkan, dibengkokkan, atau semacamnya. Ia sudah paten, dan tidak laten. Dan itu adalah sebuah kenikmatan yang tiada duanya di dunia. Seperti dalam Al-Qur'an; Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Maka sekali lagi yang harus ditekankan sebelum masuk lebih dalam ialah, nikmatilah anugerah itu, selagi hidung masih bisa menghidu rasa yang ada dan pernah ada.

Oh wanita, jangan pernah kecewa juga kecele, bila ada orang yang berkata, wanita yang mengikuti lomba kecantikan itulah yang cantik, wanita yang menjadi sampul majalah atau sponsor sebuah produk adalah yang tercantik, sedangkan mereka wanita yang tidak mengikutinya dianggap tidak cantik. Pernyataan itu salah besar, dan benar-benar tidak benar. Jangan terlalu menghiraukan bila mendengar ataupun melihat kata-kata tersebut. Santai dan rileks saja. Kenapa mesti santai dan rileks saja menanggapi logika bodoh seperti itu?


Sudah dijelaskan 'kan di awal tadi, bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Dan oleh karena itu, sudah menjadi pembenaran bahwa tiap wanita itu cantik. Yakinlah, bahwa Tuhan menciptakan wanita dengan banyak alasan dan tujuan, yang tidak akan pernah diketahui oleh wanita itu sendiri.

Kecantikan tidak diukur dari parasmu, wanita. Memang benar, wajah cantik bisa membuat pria jatuh hati, bahkan jatuh cinta padamu, wanita. Tapi tidak selamanya kebenaran itu benar, wanita. Ada hal yang lebih daripada sekadar paras yang punya ruas terbatas. Pria, akan setia berada di sisi kamu apabila kamu punya kepribadian yang cantik. Kepribadian itu punya ruas yang tidak terbatas, bahkan hingga wajahmu mengeriputpun tidak jadi persoalan bagi sebuah kepribadian. Kepribadian cantik memang seharusnya hadir pada tiap wanita. Karena wanita adalah makhluk lembut, tapi tidak melulu lemah.


Berbicara cantik, jadi teringat akan satu hal. Dalam kata "cantik", hadir pula kata "antik". Jadi apa korelasi antara cantik dan antik? Sederhana, bahwa cantik itu mahal, selayaknya benda antik. Karena cantik itu mahal, maka sudah pasti tidak murah, kan? Kalau demikian adanya, maka cantik juga tidak gampangan, kan? Dan dengan demikian, cantik juga tidak mengumbar-umbar hingga menjadi hambar, kan? Kalau pertanyaan tadi di-iya-kan, maka akan diakhiri dengan sebuah pernyataan, cantik itu bermoral dan beretika. Moral dan etika adalah hal utama, bahkan hukum sekalipun tidak bisa mengalahkannya. Jadilah wanita yang bermoral, bukan amoral. Jadilah wanita yang beretika, tapi tidak sesaat dan seketika. Mungkin terlalu sulit untuk dicerna perkataan tadi, iya, wanita? Mudahnya, moral dan etika adalah sebuah rem kehidupan, selayaknya rem pada kendaraan.


Kamu (wanita) memang suka berdandan, dan berlama di depan kaca rias. Menggoreskan tiap benda-benda yang secara ajaib akan membuatmu lebih cantik, begitu kepercayaanmu, kan? Kalau begitu kepercayaanmu, maka cuma sebatas saja, dan akan hilang setelah benda-benda ajaibmu habis dan minta dibeli kembali. Padahal, guna mendapatkan bibir yang indah dan mempesona tidak mutlak dengan sebuah gincu, sekalipun dengan harga yang mahal. Bibir indah dan mempesona akan kamu dapatkan tatkala kamu melisankan kata-kata yang ramah tamah, sopan santun, serta menyejukan hati. Dan tidak mesti banyak pose depan kaca untuk mendapatkan gerak tubuh indah bak seorang model ternama di dunia. Cukup berjalanlah berlandaskan ilmu pengetahuan. Ketika kamu melakukan hal-hal demikian adanya, percayalah, pria manapun tidak akan tega melihat kamu sendirian dalam hidup.

Menutup cerita kecantikan kamu, wanita, bahwa pakaian mahal bukan menjadi tolak ukur sebuah kecantikan. Begitupun dengan bentuk tubuh, sekalipun bak biola Spanyol, itu juga bukan merupakan landasan untuk cantik. Cantik, itu hadir dari mata. Dari mata lah, wanita seolah menjadi gerbang untuk pria memasuki hatinya. Seperti kata orang bijak bilang, dari mata turun ke hati. Cantik, itu hadir pula dari halus jiwanya, bukan halus wajahnya. Jiwa yang halus akan memberikan kasih yang penuh dan tulus, kepada cinta sejatinya.

Terakhir dan patut diingat adalah, dunia kamu tidak akan berakhir hanya karena kamu dibilang tidak cantik. Yang mengakhirinya adalah jika kamu terlalu asyik mendengar perkataan tersebut, hingga menghina diri sendiri, yang padahal, sudah dijelaskan pada awal paragraf tadi, bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Nikmati itu, wanita.


Dari, saya. Saya dan kamu akan menjadi terlalu cerdas dan dewasa untuk menghamba pada kecantikan raga. 

-DH-

25 Januari 2017

Aku Tidak Cantik

Hai. Sekali lagi ku perkenalkan diriku. Namaku Dianti. Aku gadis yang bisa dibilang gadis sederhana. Sangat sederhana. Aku terlahir didunia dari rahim ibu atas karunia yang Dia berikan. Aku mensyukurinya. Aku dilahirkan secara utuh tanpa cacat sedikitpun. Meskipun aku tidak cantik. Hahaha. Begini begini. Sebagian wanita terlahir cantik, sementara sisanya mengagumkan. Bila benar begitu mungkin aku adalah tipe yang kedua. Aku tidak terlahir dengan paras ayu. Namun aku percaya, cinta dan nyaman tidak mengenal paras. Dan aku yakin setiap hal diciptakan dengan kelebihan untuk menutupi kekurangannya masing-masing.

Sayang, mungkin nanti kau tertarik padaku bukan dari fisikku. Mungkin dari keberanianku, tulisan-tulisan absurdku, suaraku, lukisanku atau mungkin juga kebaikan hatiku. Mungkin. Tapi kupastikan, segala sesuatu yang ada di dalam diriku akan melengkapimu. Bukan hanya sekedar ketulusan, ada sesuatu yang tak kau temukan di diri orang lain.
Ku akui kecantikan memang poin penting bagi seorang wanita. Suatu kebanggaan bukan memiliki seorang pasangan yang cantik. Dan kau tidak akan temukan itu pada diriku. Tapi tenanglah, kubuktikan padamu betapa aku bisa lebih dari sekedar cantik. Sampai akhirnya kau rengkuh aku dalam pelukmu kemudian berkata 'aku bangga memilikimu'.

Terkadang aku sering merasa iri, kenapa Tuhan tak menciptakanku seperti mereka. Karena mereka yang cantik banyak disanjung, banyak dicintai, banyak dibanggakan. Sementara aku, selalu dinomor duakan, bahkan seringkali hanya sebagai bayangan saja. Maka mungkin kau akan sedikit kesulitan menemukanku di hamparan lautan manusia nantinya.
Sayang, untuk membahagiakanku kau tak perlu membeli perhiasan mahal, membawaku ke salon kecantikan atau membelikanku baju-baju bermerk agar aku lebih terlihat cantik. Pada sadarnya aku sudah seperti ini dan aku lebih suka hal sederhana. Aku si wanita tidak cantik lebih suka diajak menghabiskan waktu bersama di dalam sebuah toko buku yang berjejer rapi atau sebuah cafe yang sepi ditemani minuman yang aku pesan bersamamu. Mungkin kamu tidak akan suka. Tapi, inilah kenyamanan yang aku dapat. Dan semoga kamu merasakan kenyamanan yang sama, karena ada aku disampingmu.

Nanti bila kau diciptakan untuk menua bersamaku, kumohon jangan berkecil hati. Tuhan tidak menciptakanku untuk membuatmu kecewa, tapi berbahagia. Ku usahakan bagaimanapun caranya. Mungkin aku tidak indah, tapi lihatlah sekali lagi saja, mungkin yang kau cari selama ini ada di dalam diriku.

Dari seorang wanita yang tidak cantik.
Untuk seorang pria yang tak pernah berkurang rupawan wajahnya.
Salam, aku mencintaimu :)

-DH-

17 Januari 2017

Karena yang Terpenting itu Etika

Hai readers, udah lama gak pernah ngeblog lagi ya. Ngeblognya cuman pas bener-bener nganggur doang. Gapapa lah, mengisi kekosongan yakan. Hehe. Oh iya, aku ngeblog juga karena kemaren Ayahku ulangtahun yang ke-….. (sengaja gak diisi, tau lah apa alasannya wkwk). Isinya bukan tentang ulang tahun ayahku yang aku tulis ya, tapi disini aku wajib memberikan apresiasi yang luar biasa untuk beliau, karena selama ini, selama aku dan beliau hidup bersama, beliau telah mendidik aku menjadi anak yang mandiri, tau aturan meskipun sesekali melanggar dan bahkan alhamdulillah aku tau etika yang baik dalam lingkungan sosialku. Dari kecil, aku sudah dididik dengan tegas dan keras, menjadi anak yang tahan banting agar sewaktu aku tumbuh dewasa aku menjadi gadis yang tidak manja! Semua pasti perlu proses. Proses yang sangat menyakitkan menurutku, karena sewaktu aku kecil, aku sudah mendapat banyak luka fisik yang diakibatkan oleh kenakalanku sendiri. Ini bukan kekerasan anak, aku tahu dan sangat paham bahwa itu suatu tindak ketegasan agar aku tidak mengulangi sebuah kesalahan yang sama. Agar aku menjadi anak perempuan yang sesuai dengan adab dilingkungannya. Dan aku sangat bersyukur pernah mengalami pengalaman itu. Karena, aku sekarang tumbuh menjadi gadis yang stabil dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkunganku sendiri. Aku menjadi gadis yang tidak manja, aku menjadi gadis yang paham dengan etika, aku menjadi gadis yang tidak cengeng, meskipun aku mempunyai hati yang sangat sensitive di beberapa situasi. Aku sangat bangga dengan diriku, terlebih aku sangat bangga dengan ayah dan ibuku, karena telah mendidikku menjadi anak yang ya… aku sendiri tidak mau terlalu berlebihan menyebut diriku. Biarkan orang lain yang menilaiku. 


Disisi lain, aku harap orang tua diluar sana tahu mana yang baik untuk kehidupan anaknya, tahu mana hal yang harus ditanam pada diri anak sedari kecil, agar menjadi anak yang baik untuk lingkungannya. Bukan berarti aku menyuruh para orang tua harus seperti orang tuaku, tidak sama sekali. Aku hanya ingin mengingatkan saja, bahwa anak-anak yang dididik dalam keluarga yang penuh kesantunan, etika, tata krama dan sikap kesederhanaan akan tumbuh menjadi anak-anak yang tangguh, disenangi dan disegani banyak orang.
Mereka tau aturan makan table manner di restoran mewah.
Tapi tidak canggung makan di warteg kaki lima.

Mereka sanggup beli barang barang mewah.
Tapi tau mana yang keinginan dan kebutuhan.

Mereka biasa pergi naik pesawat antar kota.
Tapi santai saja saat harus naik angkot kemana-mana.

Mereka berbicara formal saat bertemu orang berpendidikan.
Tapi mampu berbicara santai bertemu orang jalanan.

Mereka berbicara visioner saat bertemu rekan kerja.
Tapi mampu bercanda lepas bertemu teman sekolah.

Mereka tidak norak saat bertemu orang kaya.
Tapi juga tidak merendahkan orang yang lebih (maaf) miskin darinya.

Mereka mampu membeli barang-barang bergengsi.
Tapi sadar kalau yang membuat dirinya bergengsi adalah kualitas dan kapasitas dirinya, bukan dari barang yang dikenakan.

Mereka punya. Tapi tidak teriak kemana-mana. Kerendahan hati yang membuat orang lain respect dengan dirinya. Jangan didik anak dari kecil dengan penuh kemanjaan, apalagi sampai melupakan kesantunan, etika, dan tata krama. Hal-hal sederhana tentang kesantunan seperti: pamit sewaktu pergi dari rumah, permisi saat masuk ke rumah teman (karena ternyata banyak orang masuk ke rumah orang tidak punya sopan santun, tidak menyapa orang-orang yg ada di rumah itu), mengembalikan pinjeman uang sekecil apapun, berani minta maaf saat melakukan kesalahan dan tau terima kasih jika telah dibantu sekecil apapun. Kelihatannya sederhana, tapi orang yang tidak punya attitude itu (maaf) enekkin banget. Bersyukurlah, bukan karena kita terlahir di keluarga yang kaya atau cukup. Bersyukurlah kalau kita terlahir di keluarga yang mengajarkan kita kesantunan, etika, tata krama dan kesederhanaan. Karena ini jauh lebih mahal daripada sekedar uang.

Sumber: Kompasiana 

-DH-

19 Agustus 2016

Mengapa Perlu Basa-Basi?

Hallo readers, apa kabar? Diantih udah jarang ngeblog ya hehe. Terakhir ngeblog ya sekitar 1 bulan yang lalu. Kenapa kok jarang ngeblog ya? Alasannya banyak. Yang pertama, saya sibuk bolak-balik ke sekolah buat ngurus ijazah dan semacamnya. Kedua, saya sibuk menghabiskan waktu bersama teman-teman saya, karena mereka sudah mau pindah keluar kota buat jadi anak rantau. Ini momen paling sedih sih hahaha. Ketiga, saya sibuk prepare buat ospek selama 1 minggu. Dan akhirnyaaa, saya berusaha untuk menulis kembali. Legaaaa. Duh kok saya malah jadi basa-basi gini ya? Mungkin dari kalian ada yang tidak suka saya basa-basi, ya? Padahal, basa-basi itu tidak seperti apa yang kalian pikirkan loh. Basa-basi ya? Saya suka basa-basi loh. (Ya terus kenapa? Apa hubungannya dengan saya?) ini permasalahannya!


Banyak orang mengatakan bahwa salah satu factor Indonesia lamban dan tidak segera menjadi negara maju diakibatkan adanya budaya “basa-basi” yang kental dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Banyak orang yang membandingkan budaya basa-basi ini dengan budaya barat yang katanya lansung “to the point”, tidak banyak basa-basi, dan tidak banyak bunga-bunga kata. Sesungguhnya ini persepsi yang keliru (menurut saya), karena didalam budaya bangsa mana pun “basa-basi” ini sangat diperlukan sebagai perekat sosial masyarakat. Hanya bentuk dan cara pengungkapannya tentu berlainan, yang lantas memberikan kesan seakan-akan ada bangsa tidak mengenal basa-basi ini. Maka kali ini, saya akan mencoba membahas beberapa situasi basa-basi yang ada di masyarakat Indonesia berdasarkan kehidupan yang saya alami *eseh 

Pernahkah kalian bertemu orang di jalan, lalu menyapa dengan “mau kemana?” atau “Dari mana?”. Ataukah pernahkah kalian melakukan “chatting” dengan menggunakan kata pembuka, seperti “Assalamualaikum” atau “apa kabar?”. Bagi sebagian orang hal itu mungkin tidak penting dan hanya sekedar angin lalu, tetapi bagi saya itu adalah sebuah bentuk keakraban dan keramah-ramahan.


 Pernahkah kalian mencoba makanan, sedangkan rasanya ‘mohon maaf’, tidak enak dan sangat hambar, lalu disisi lain sang pembuat masakan bertanya bagaimana rasanya. Lalu kalian menjawab “enak kok, cuma kurang garam aja sedikit” atau “lumayan enak kok, kalau belajar lagi pasti lebih enak”. Bagi orang yang mempunya pandangan berbeda dengan saya, jawaban seperti itu termasuk berbohong dan munafik. Namun menurut saya, itu adalah suatu bentuk penghargaan sata usaha yang telah dilakukan oleh sang pembuat masakan dan juga menjaga perasaan  orang tersebut.



Pernahkah kalian ditawarkan makanan/sesuatu, lalu menjawab “makasih ya, harusnya gak usah repot-repot” atau “makasih, tapi saya sudah kenyang”. Bagi sebagian orang ini termasuk perilaku tidak jujur, dan ya memang benar sih. Tetapi bagi saya, ini salah satu bentuk ewuh (sungkan/malu/gengsi) yang selalu dijunjung masyarakat Indonesia, khususnya Jawa seperti saya. 

Pernahkah kalian sadang makan, lalu ada orang yang anda kenal berjalan didepan kalian, dan kalian mengatakan “mari makan dulu, Mas” atau “mampir Mas, makan dulu ya”. Menurut orang yang berpikiran rasional, pernytaaan seperti itu adlaah basa-basi belaka. Kenapa? Karena ‘yang diajak’ pasti menjawab “makasih, tidak usah, Mas” dan ‘sang pengajak’ sudah pasti tahu tawarannya akan ditolak, kan? Bagi saya, pernyataan tersebut adalah bentuk bahwa kita peduli terhadap sekitar, punya rasa sosial yang tinggi dan memiliki sifat ramah tamah kepada sesama. 

Pernahkah kalian merasa disakiti baik secara verbal maupun fisik, hak-hak kalian diambil,dan sebagainya. Lalu kalian hanya tersenyum, menerima apa adanya dan kalaupun  membalas hanya untuk membela diri secukupnya saja? Bagi sebagian orang, itu merupakan tindakan bodoh dan pelecehan terhadap akal, pikiran perasaan sebagai manusia. Namun bagi saya, keselarasan, keserasian, dan keharmonisan adalah yang paling utama. Jadi, apapun yang terjadi konflik harus diredam, walaupun harus mengorbankan diri dengan sakit hati yang dipendam.

Dan masih banyak lagi contoh budaya basa-basi, dan ewuh pakewuh yang ada di kehidupan kita sehari-hari. Dari beberapa contoh diatas, saya bisa mengambil kesimpulan bahwa ada beberapa keutungan dari budaya yang dianggap ‘tidak penting’ ini, sebagai berikut:
1.     Tidak menyinggung hati
Orang-orang Indonesia sangat berhati-hati dalam berbicara dan sering berbasa-basi terlebih dahulu sebelum menyampaikan pendapatnya, terutama apabila berisi kritikan. Dengan basa-basi diharapkan tidak ada sakit hati dalam percakapan. Dengan basa-basi saja sering ada yang sakit hati, apalagi tanpa basa-basi? Langsung dihajar bisa-bisa. Hahaha
2.     Memikat hati
Memang, mungkin basa-basi terkesan ‘menjilat’ karena sok sopan. Tapi itulah yang terjadi di budaya Indonesia. Sebelum menyampaikan apa ‘maunya’, berbasa-basilah terlebih dahulu sehingga menciptakan image kita yang ramah dan baik. Dengan basa-basi, obrolan pasti akan mengalir dan besar kemungkinan lawan bicara sudah tertarik atau bahkan ‘jatuh hati’. Tentu saja apa yang menjadi tujuan kita nanti akan lebih mudah tercapai.


3.     Mencairkan suasana
Biasanya orang Indonesia menawarkan camilan kpada tamunya sekedar untuk mencairkan suasana dan agar obrolan bisa lebih ‘ngeh’ (paham?) hahaha. Tuan rumah pasti akan berkata “maaf ya, cuma ada ini. Seadanya saja, monggo dimakan” sementara tamunya pasti akan menjawab “tidak usah repot-repot”
4.     Membina hubungan baik
Dalam berkomunikasi dan menjalin relasi, diperlukan sadikit basa-basi di awal pertemuan mereka. Ketika dianggap sudah akrab dan waktunya sudah tepat, bolehlah mengutarakan maksud yang sebenarnya. Setelah itu, selalu bertanya kabar dan keadaan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk terus menjaga hubungan baik antarsesama.

Basa-basi sudah basi? Sebaiknya pikir ulang. So, masih mau bilang budaya basa-basi itu tidak penting dan termasuk budaya negatif? Ya, mungkin sebagian orang yang berpikir menggunakan logika akan menganggap ini merupakan hal remeh. Tapi tidak dengan saya, yang selalu mempertimbangkan empati dan perasaan dalam berbicara! Tapi dengan perbedaan opini ini, semuanya berpulang kembali pada diri masing-masinng, karena kebenaran yang hakiki bukan dari saya maupnun kalian, tapi dari Tuhan Yang Maha Esa

-DH-

04 Juli 2016

Aku Tau Tuhan Lebih Tau



Intinya begini. Tidak semua hal yang kita inginkan di dunia ini, dapat kita miliki. Terkadang, ada saat dimana apa-apa yang kita harapkan, yang kita rencanakan, bahkan dengan sudah sangat matang, ternyata harus berjalan berkebalikan. Tentulah pada saat demikian, refleks manusia akan mengarahkan dirinya pada suatu kekecewaan. Apakah kecewa itu salah? Tentu saja tidak. Kecewa merupakan reaksi alami yang timbul akibat kenyataan, tak sesuai harapan. Perasaan tersebut sangat manusiawi. Namun kecewa jadi tidak baik ketika ia justru membuat kita terpuruk terlampau dalam, hingga menghilangkan kesadaran, bahwa Allah selalu tetapkan tujuan, dalam setiap kejadian. Contoh, ilustrasinya itu seperti ini
M : Tuhan. Bolehkah aku bertanya padaMu?
T :  Tentu, hambaku. Silahkan
M : Tapi janji ya. Engkau takkan marah.
T : Iya aku janji.
M : Kenapa Kau ijinkan banyak hal buruk terjadi padaku hari ini?
T : Apa maksudmu?
M : Aku bangun terlambat. Mobilku mogok dan butuh waktu lama untuk menyala. Roti yang ku pesan dibuat tidak seperti perasaanku. Hingga malas memakannya. Dijalan pulang, HPku tiba tiba mati saat aku berbicara bisnis besar. Dan akhirnya saat ku sampai rumah, aku hanya ingin sedikit bersantai dengan mesin pijat refleksi yang baru kubeli. Tapi mati! Kenapa tak ada yang lancar hari ini?
T : Biar Kuperjelas hambaKu. Ada malaikat kematian pagi tadi. Dan Aku mengirimkan malaikatKu untuk berperang melawannya agar tidak ada hal buruk terjadi padamu. Kubiarkan kau teridur saat itu. Aku tak biarkan mobilmu menyala tepat waktu karna ada pengemudi mabuk lewat didepan jalan dan akan menabrakmu. Pembuat burgermu sedang sakit. Aku tak ingin kau tertular. Oleh karenanya Kubuatnya salah bekerja. HPmu Kubuat mati karena mereka penipu. Lagipula akan mengacaukan konsentrasimu dalam mengemudi bila ada yang menghubungimu kala HP menyala. Soal mesin pijat refleksi. KU tahu kau belum sempat beli voucher listrik, bila mesin itu nyala maka ambil banyak listrikmu. Ku yakin kamu tak ingin berada dalam kegelapan.
M : (menangis tersedu) Maafkan aku Tuhan
T : Tak apa. Tak perlu minta maaf. Belajarlah tuk percaya padaKu. RencanaKu padamu lebih baik dari rencanamu sendiri.

Masih ragukah? Oke, kali ini Dianti sedikit bercerita ya. Ini murni dari pengalaman aku sendiri.

Dari kecil, aku tidak lepas dari yang namanya provokasi orang tua. Maksudnya, apa yang aku inginkan pasti tidak disetujui sama orang tua. Dan kalian tau apa akibatnya, otomatis aku pun harus menuruti perintah orang tuaku. Ya, mau gak mau dan sangat terpaksa. Jadi dimulai waktu aku SD. Aku bersekolah di SDN Jember Lor 1. Tapi aku lebih pengen sekolah di SD Jember Lor 3, karena alasan sekolahnya bagus dan sering menjuarai lomba menyanyi dan menggambar (kebetulan aku waktu umur 6 tahun sering mengikuti perlombaan itu). Its oke, namanya anak SD kalo masalah pendidikan tidak berpikir yang terlalu jauh kan, oke aku turuti saja. Waktu aku kelas 3, aku berniat ingin pindah ke SD Jember Lor 3. Dengan alasan, sekolah itu resmi menjadi sekolah RSBI Se-Jatim. Aku memaksa. Aku berontak. Tapi orang tuaku tidak setuju. Akhirnya, ku urungkan niatku untuk pindah sekolah. Sedih memang. Tapi, lama kelamaan, aku merasakan keberuntungan selalu datang kepadaku. Aku mendapat ranking 10 besar berturut-turut. Meskipun aku tidak pernah menduduki ranking 3 besar, tapi 10 besar sudah sangat bagus kalo buat anak SD. Terus, aku juga sering mengikuti lomba paduan suara, nasyid, vocal group, baca puisi, menggambar, dan olimpiade sains dan ips se-jember. Alhamdulillah, aku sering menduduki sebagai peserta yang mendapat juara. Sekarang putar balik, kalau saja aku bersekolah di SD jember Lor 3, mungkin aku tidak akan mendapat trofi perlombaan sebanyak ini. So, aku percaya. Rencana Tuhan jauh lebih indah.


Next, setelah lulus SD, semua temen-temen aku punya persiapan buat masuk ke SMP yang mereka inginkan. Tentu aku juga tak ingin kalah dong dari mereka. Aku berniat sekolah di SMP 2 Jember.Ya, itu sekolah terfavorit yang terkenal cerdas diatas rata-rata dan sering memborong piala setiap ada perlombaan apapun. Aku ingin sekali menjadi siswa resmi disitu. Tapi, ayahku tak lagi mengizinkanku sekolah disitu. Entah apa alasannya, mungkin karena saat itu ayahku menjabat sebagai guru matematika di SMP 3 Jember. Maka dari itu, aku lagi-lagi mau gak mau harus menuruti keinginan beliau. Yah, terpaksa sih. Tapi, lagi-lagi keberuntunganku kembali berpihak padaku. Aku berturut-turut mendapat peringkat kelas 7 besar (ini dalam artian aku tidak pernah mendapat peringkat 7 kebawah) dan meskipun jarang-jarang banget aku dapet peringkat 5 besar. Itupun mungkin 2x dalam 6 semester. Tapi itu suatu rezeki banget buat aku, aku sangat mensyukurinya. Aku juga pernah mengikuti olimpiade biologi di Smasa Science Camp, meskipun bukan aku juaranya. But, its okay. Dan, aku juga sering mengikuti lomba paduan suara yang pada akhirnya sekolah kamilah juaranya. Alhamdulillah, aku sangat mensyukurinya. Sekarang putar balik, kalau saja aku bersekolah di SMP 2 JEmber, mungkin aku tidak akan mendapat peringkat kelas se-bagus ini. So, aku percaya. Rencana Tuhan jauh lebih indah.

Next, setelah lulus SMP. Aku berencana melanjutkan masa SMAku di SMA 1 Jember dengan modal sertifikat-sertifikat paduan suaraku selama aku di SMP 3. Tapi, lagi, lagi, dan lagi. Ayahku tidak setuju aku sekolah disitu. Alasannya sih, katanya nilai aku gak nutut (gak cukup) kalo mau masuk situ. Yah, waktu itu aku nangis. Pengen banget sekolah di tempat yang aku pengen. Masak sih, dari dulu aku selalu diprovokasi seperti ini? Meskipun dengan modal sertifikat paduan suara saja, aku yakin inshaallah aku akan disambut baik (diterima) disana. Waktu itu aku bimbang banget. Solusinya cuman 1. Aku harus konsultasi ke BK di SMPku. Guru BK ku pun menyarankan aku sekolah di SMA 2 Jember. Aku sih iya-iyain aja soalnya, aku harus sekolah dimana lagi? SMA 1 sudah sangat jelas tidak mungkin aku tempati. Dengan berat hati, aku bilang ke ayah kalau aku mau daftar di SMA 2 Jember. Ayahku setuju saja, asal jangan di SMA 1. Intinya sih begitu. Fine, aku bersekolah di SMAN 2 Jember. Its okay. Boleh juga. Dan, disinilah perjuanganku dimulai *eisih. SMA sudah pasti ada penjurusan, Nah, awalnya nih aku berharap kalau aku bisa masuk IPA, bukan berarti aku gak mau masuk IPS. Disini aku netral. Mau IPA, mau IPS sih terserah. Karena aku gak tau waktu itu minatku apa selain jurusan Bahasa (kebetulan disekolahku tidak ada jurusan Bahasa). IPS boleh aja, cuman karena ayahku lebih pengen aku masuk IPA, aku pun berharap begitu. Kenyataannya…. Sewaktu hari pertama masuk sekolah, aku kaget setengah mati. Karena apa? Aku ketimpa di jurusan IPS. Ha? Serius? Tidak seserius itu sih. Aku biasa aja, tidak terlau tertekan. Yang aku pikirkan waktu itu cuman satu, ayahku. Aku waktu itu mikir, ayahku pasti kecewa mendengar berita ini, secara ayahku juga guru matematika. Entah apa respon ayahku setelah mendengar berita ini. Sampai dirumah, aku udah ngeduga banget kalo ayahku bakalan tanya tentang kelas baruku. Ya aku jawab agak kepaksa gitu kalo aku masuk IPS 1. Dan ternyata, ayahku biasa-biasa aja. Justru malah beliau yang nanya ke aku mina tapa enggak di IPS. Yaudah aku jawab kalo minat. Lah, ternyata ayahku memang ngedaftarin aku di IPS. Sontak aku langsung kaget bercampur lega, karena untungnya aja ayahku gak kecewa sama aku. Hehehehe.    Jadi itu sewaktu registrasi/daftar ulang di SMA 2, kan dikasih formulir tuh, suruh diisi tentang data diri, dll. Nah, kebetulan formulirnya ayahku yang ngisi, sedangkan aku waktu itu ikut tes kesehatan. Yaudah, pantas aja aku gak tau kalo aku sebenernya didaftarin di IPS, ayahku juga gak bilang-bilang ke aku, entah kenapa alasannya. Mungkin biar surprise kali yak wkwkwk. Aku tanya alasan ayahku daftarin aku di IPS, beliau menjawab kalo aku bisa berkembang pesat di jurusan itu. Yah, akunya amin saja. Dan ternyata, doa ayahku dan amin-ku itu beneran didengar oleh Tuhan. Aku mendapat peringkat 3 besar berturut-turut setiap semester (ya meskipun ada 1 semester yang mendapat ranking 4). Siapa yang gak bangga cobak? Ya pasti bangga. Mendapat sertifikat+uang tunai sebagai bonus. Alhamdulillah. Sekarang putar balik, kalau saja aku bersekolah di SMA 1 JEmber, dan aku masuk jurusan IPA, mungkin aku tidak akan berkembang pesat dan tidak akan mendapat sertifikat sebanyak itu. So, aku percaya. Rencana Tuhan jauh lebih indah.


Next, setelah SMA, ga mungkin dong aku langsung kerja, wkwkw. Kuliah itu pasti. Aku pengen kuliah di Universitas Airlangga, Surabaya. Karena apa? Karena fakultas impianku ada disana semua. Fakultas Psikologi, dan Fakultas Ilmu Komunikasi. Tapi, yaa seperti biasa, ayahku melarangku. Lah wong sekolah yang masih satu kota aja dilarang, gimana kuliah yang sudah beda kota? Hm, sedih banget. Padahal aku pengen jadi psikolog, kalau gak bagian perfilman dan pertelevisian. Tapi aku mencoba berpikir lebih bijak lagi, semakin aku tumbuh dewasa, semakin tua juga ayah ibuku. Kalau bukan anaknya sendiri yang menjaga, lalu siapa lagi? Dan alhamdulillah aku diterima di Fakultas Hukum Universitas Jember sebagai mahasiswa yang lolos pada jalur undangan/ SNMPTN. Aku sangat berterima kasih pada Tuhan, karena masih banyak anak yang tidak seberuntung aku disini. Bismillah. Aku yakin. Tuhan selalu punya rencana yang lebih baik.


Nah mengapa harus kecewa, bukankah Allah sudah mempersiapkan rencana lain yang lebih indah. Betulkah Tuhan sudah mempersiapkan rencana yang lebih indah? Mengapa masih bertanya juga, coba perhatikan kita bisa hidup hingga detik ini… memangnya itu rencanamu. pernahkah kita merencanakan hidup sampai kapan atau mati pada tahun berapa? Oh… jika kau pandai mensyukuri tentunya kau akan tahu, inilah rencana Tuhan yang telah dirancang berpuluh ribu tahun sebelum kau terlahir. Bayangkan jika kau direncanakan bertahan hidup hanya hingga detik ini, apakah semua rencanamu yang sudah dirancang sedemikian hebatnya masih berguna untukmu..? Indah bukan rencana Tuhan itu, untuk itu, jangan merasa kecewa ketika hidup tak sesuai rencana, kegagalan itu akan menggiringmu ke arah yang lebih baik di mata Tuhan… percayalah dan yakinlah…
 Kalau begitu mengapa kita harus membuat rencana jika memang rencana Allah lebih indah dan memang sudah dipersiapkan untuk kita. Oh..bukan begitu. ” Hidup memang harus punya rencana, sebab jika hidup tidak punya rencana yang baik, kita tidak akan pernah tahu bahwa Allah swt akan memberikan rencana dan hasil yang terbaik dibanding dengan rencana kita yang baik itu ” Paham kan?
Tidak ada sesuatu yang terjadi begitu saja dan mengalir sia-sia. Pasti ada tujuan. Pasti ada maksud. Mungkin saja kita mengalami suatu kegagalan atau pencapaian target yang tak sesuai dalam hidup. sehingga kita merasakan hal yang kurang mengenakkan dan kemudian memandangnya menjadi sesuatu hal yang buruk. Maka keburukan akan terjadi jika kita memandangnya dari satu sisi saja. Coba bila kita berani memandang ke sisi yang lain, maka disitu akan ditemukan pemandangan yang jauh berbeda.
Ketika sebuah proses tidak sesuai dengan rencana dan kegagalan terjadi tak usahlah menyurutkan semangat kita. Tuhan Maha Tau ketika kita kecewa dan sedih tapi semua itu akan tergantikan dengan kebahagiaan tinggallah waktu diiringi usaha yang akan menentukan proses selanjutnya. Cobalah perhatikan dibalik semua kejadian akan ada hikmah yang membuat kita semakin kuat dan semakin lebih baik. Untuk itu ikhlaskanlah semua yang Tuhan telah gariskan untuk kita, Tuhan tak akan mungkin membiarkan hambaNya dalam kesulitan tentunya akan diberikan kemudahan. Sikapi semua dengan rasa syukur dan sabar, juga hadapi semua kegagalan dengan hati yang tulus dan penuh semangat..Terangkan pikiran, buang rasa kecewa jauh-jauh dan yakinkan dalam hati bahwa Tuhan akan memberikan yang terbaik.
Setelah aku cerita panjang-panjang, kesimpulannya cuman beberapa kalimat saja.
Mengapa Tuhan tidak mengizinkan aku melanjutkan pendidikan di tempat yang aku inginkan? Karena Tuhan mengiginkan aku berkembang lebih baik demi meningkatkan kualitas diri di tempat lain. Jangan paksakan genggamanmu. Menyalahkan keadaan dan takdir tidak akan merubah segalanya. Ketika Tuhan menjawab “TIDAK” atas doamu, berterima kasihlah karena itu cara Tuhan untuk melindungimu dari sesuatu yang tak pantas kamu dapatkan-DH