Banyak orang mengatakan bahwa salah satu factor Indonesia
lamban dan tidak segera menjadi negara maju diakibatkan adanya budaya “basa-basi”
yang kental dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Banyak orang yang
membandingkan budaya basa-basi ini dengan budaya barat yang katanya lansung “to
the point”, tidak banyak basa-basi, dan tidak banyak bunga-bunga kata. Sesungguhnya
ini persepsi yang keliru (menurut saya), karena didalam budaya bangsa mana pun “basa-basi”
ini sangat diperlukan sebagai perekat sosial masyarakat. Hanya bentuk dan cara
pengungkapannya tentu berlainan, yang lantas memberikan kesan seakan-akan ada
bangsa tidak mengenal basa-basi ini. Maka kali ini, saya akan mencoba membahas
beberapa situasi basa-basi yang ada di masyarakat Indonesia berdasarkan
kehidupan yang saya alami *eseh
Pernahkah kalian mencoba makanan, sedangkan rasanya ‘mohon
maaf’, tidak enak dan sangat hambar, lalu disisi lain sang pembuat masakan
bertanya bagaimana rasanya. Lalu kalian menjawab “enak kok, cuma kurang garam
aja sedikit” atau “lumayan enak kok, kalau belajar lagi pasti lebih enak”. Bagi
orang yang mempunya pandangan berbeda dengan saya, jawaban seperti itu termasuk
berbohong dan munafik. Namun menurut saya, itu adalah suatu bentuk penghargaan
sata usaha yang telah dilakukan oleh sang pembuat masakan dan juga menjaga perasaan
orang tersebut.
Pernahkah kalian ditawarkan makanan/sesuatu, lalu menjawab “makasih
ya, harusnya gak usah repot-repot” atau “makasih, tapi saya sudah kenyang”. Bagi
sebagian orang ini termasuk perilaku tidak jujur, dan ya memang benar sih. Tetapi
bagi saya, ini salah satu bentuk ewuh (sungkan/malu/gengsi) yang selalu
dijunjung masyarakat Indonesia, khususnya Jawa seperti saya.
Pernahkah kalian sadang makan, lalu ada orang yang anda
kenal berjalan didepan kalian, dan kalian mengatakan “mari makan dulu, Mas”
atau “mampir Mas, makan dulu ya”. Menurut orang yang berpikiran rasional,
pernytaaan seperti itu adlaah basa-basi belaka. Kenapa? Karena ‘yang diajak’ pasti
menjawab “makasih, tidak usah, Mas” dan ‘sang pengajak’ sudah pasti tahu
tawarannya akan ditolak, kan? Bagi saya, pernyataan tersebut adalah bentuk bahwa
kita peduli terhadap sekitar, punya rasa sosial yang tinggi dan memiliki sifat
ramah tamah kepada sesama.
Pernahkah kalian merasa disakiti baik secara verbal maupun
fisik, hak-hak kalian diambil,dan sebagainya. Lalu kalian hanya tersenyum,
menerima apa adanya dan kalaupun
membalas hanya untuk membela diri secukupnya saja? Bagi sebagian orang,
itu merupakan tindakan bodoh dan pelecehan terhadap akal, pikiran perasaan
sebagai manusia. Namun bagi saya, keselarasan, keserasian, dan keharmonisan
adalah yang paling utama. Jadi, apapun yang terjadi konflik harus diredam,
walaupun harus mengorbankan diri dengan sakit hati yang dipendam.
Dan masih banyak lagi contoh budaya basa-basi, dan ewuh
pakewuh yang ada di kehidupan kita sehari-hari. Dari beberapa contoh diatas,
saya bisa mengambil kesimpulan bahwa ada beberapa keutungan dari budaya yang
dianggap ‘tidak penting’ ini, sebagai berikut:
1. Tidak menyinggung hati
Orang-orang Indonesia sangat berhati-hati dalam berbicara dan sering
berbasa-basi terlebih dahulu sebelum menyampaikan pendapatnya, terutama apabila
berisi kritikan. Dengan basa-basi diharapkan tidak ada sakit hati dalam
percakapan. Dengan basa-basi saja sering ada yang sakit hati, apalagi tanpa
basa-basi? Langsung dihajar bisa-bisa. Hahaha
2. Memikat hati
Memang, mungkin basa-basi terkesan ‘menjilat’ karena sok sopan. Tapi itulah
yang terjadi di budaya Indonesia. Sebelum menyampaikan apa ‘maunya’,
berbasa-basilah terlebih dahulu sehingga menciptakan image kita yang ramah dan
baik. Dengan basa-basi, obrolan pasti akan mengalir dan besar kemungkinan lawan
bicara sudah tertarik atau bahkan ‘jatuh hati’. Tentu saja apa yang menjadi
tujuan kita nanti akan lebih mudah tercapai.
Biasanya orang Indonesia menawarkan camilan kpada tamunya sekedar untuk
mencairkan suasana dan agar obrolan bisa lebih ‘ngeh’ (paham?) hahaha. Tuan rumah
pasti akan berkata “maaf ya, cuma ada ini. Seadanya saja, monggo dimakan” sementara
tamunya pasti akan menjawab “tidak usah repot-repot”
4. Membina hubungan baik
Dalam berkomunikasi dan menjalin relasi, diperlukan sadikit basa-basi di
awal pertemuan mereka. Ketika dianggap sudah akrab dan waktunya sudah tepat,
bolehlah mengutarakan maksud yang sebenarnya. Setelah itu, selalu bertanya
kabar dan keadaan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk terus
menjaga hubungan baik antarsesama.
Basa-basi sudah basi? Sebaiknya pikir ulang. So, masih mau
bilang budaya basa-basi itu tidak penting dan termasuk budaya negatif? Ya,
mungkin sebagian orang yang berpikir menggunakan logika akan menganggap ini
merupakan hal remeh. Tapi tidak dengan saya, yang selalu mempertimbangkan
empati dan perasaan dalam berbicara! Tapi dengan perbedaan opini ini, semuanya
berpulang kembali pada diri masing-masinng, karena kebenaran yang hakiki bukan
dari saya maupnun kalian, tapi dari Tuhan Yang Maha Esa
-DH-
0 komentar:
Posting Komentar