25 Mei 2016

IPA atau IPS? Sama Aja!

Halo readers. Seperti biasa, Diantih rutin ngeblog seminggu sekali. Gak kurang dan gak lebih. Nah, buat kalian yang lagi ngerasain dan udah pernah ngerasain masa SMA, pasti paham apa itu “penjurusan”. Sudah dikenal luas sih ya, IPA dan IPS. Iya itu. Ada juga jurusan Bahasa, tapi udah jarang diterapkan di Indonesia, apalagi di kotaku. Jadi, aku fokus ke IPA dan IPS aja ya. Hehehe

IPA atau IPS? Milih yang mana? Ini salah satu masalah yang dilanda siswa baru ketika mulai masuk SMA. Banyak yang ingin masuk IPA, karena gengsi dan terkesan lebih dipandang baik oleh semua kalangan. IPA dianggap orang-orang pilihan. Yang isinya sekelompok anak-anak rajin. Sedangkan IPS itu sekelompok anak otak kanan dan nakal yang biasanya ingin masuk IPA tetapi nilai mereka tidak cukup dan tidak layak, oleh karena itu IPS disebut dengan kelas siswa buangan. Nyesek -_-


Singkat cerita, aku anak IPS. Dulu, aku kira ayahku mendaftarkanku ke jurusan IPA. Aku sih iyain aja, karena aku belum tau minatku apa selain di bidang seni dan Bahasa. Kebetulan juga di sekolahku gak ada jurusan Bahasa. Nah, setelah pengumuman pembagian kelas, aku kaget bukannya aku masuk jurusan IPA, kok malah IPS sih ya. Ini aku bingung sama sekali. Jangankan aku, temen-temenku pada kaget dan gak nyangka juga kalo aku masuk IPS. Apalagi aku takut dimarahin ayah kalo aku gak masuk IPA, secara ayahku dulu seorang guru matematika. Hari pertama masuk sekolah itu merupakan hari terberat buat aku. Kok bisa di IPS? Kenapa harus IPS? Ya, cuss aku pulang sekolah. Sampai rumah aku udah ngeduga kalo ayahku bakal tanya tentang kelas baruku. 


Ayah : “Pi, masuk kelas mana?”

Aku : “IPS 1 yah” (ini ceritanya aku takut ayahku kecewa, jadi jawabnya gak ikhlas banget)

Ayah : “Oh ya alhamdulillah”
Aku : “Aku gaktau kok bisa masuk IPS, padahal nilaiku ya bagus-bagus aja kok”
Ayah : “Kamu gak minat di IPS ta?”
Aku : “Bukan gak minat, tapi kok bisa masuk IPS seh”
Ayah : “Loh, ayahe ngedaftarin kamu di IPS emang pi”
Aku : “Ha? Iyata? Loh kok bisa se? Katanya IPA?”
Ayah : “Iya, ayahe tanya ke gurumu SMP, kamu lebih kuat di IPS. Makanya ayahe daftarin kamu di IPS aja. Siapa tau bisa berkembang”
Aku : “Yaallah. Ayahe gak bilang dulu ke aku” (ini ceritanya aku lagi lega banget)
 

Ya, aku anak IPS. Pure IPS. Semenjak kejadian itu, aku udah lega banget. Gak ada yang perlu ditakutin. Gak minder sama sekali. Justru aku bangga. Aku bakalan buktiin ke semua orang bahwa aku bakal bisa nunjukin yang terbaik. Ya, inilah minatku, inilah daya tarikku. Yang aku paling benci itu adalah ketika anak IPA dan kaum awam menilai dan memandang IPS sebelah mata. Sakit brohhh. Ini ya, aku jabarkan. Kurang lebih itu pandangannya kayak gini:

  • Lebih dipandang baik kalo masuk jurusan IPA. Sedangkan IPS diabaikan

Ada nggak sih yang pernah disuruh-suruh sama orang tua buat masuk jurusan IPA, walaupun kamu nggak pengen banget buat masuk IPA. Ya ini nih, produk dari cap bahwa masuk IPA itu bergengsi banget. Kelihatan pintar dan bisa kelihatan suksesnya dari SMA. Tapi masa iya kesuksesanmu bisa dijamin dari masuknya kamu ke jurusan IPA?

  • IPA penuh dengan hitung-hitungan. IPS penuh dengan hafalan

Nggak selamanya hukum ini berlaku loh ya. Anak IPA kan juga harus menghafalkan berbagai macam nama ilmiah takson, anatomi sel hingga tubuh makhluk hidup di biologi, unsur-unsur kimia, rumus penghitungan di matematika dan fisika dan lain sebagainya. Jangan pikir anak IPS nggak diajak hitung-hitungan juga. Mereka juga dituntut buat teliti ketika melakukan penghitungan statistik kependudukan di sosiologi, kelembapan nisbi, ketinggian kontur, proyeksi peta, dan masih banyak lagi di pelajaran geografi, menghitung harga pokok jual beli, pajak, kas atau neraca di pelajaran ekonomi dan akuntansi. So, IPA gak selamanya menghitung. Dan IPS gak selamanya mengahafal

  • Anak IPA wajar jago di matematika. Anak IPS wajar jago di sejarah

Ini itu penilaian yang subyektif banget. Kenapa? Menurutku ini gak adil. Banyak kok, teman sekelasku yang jago matematika. Bukan berarti dia gak jago di ilmu sosial yang lainnya. Dan, aku yakin kok banyak anakIPA diluar sana yang suka dengan telaah sejarah Indonesia dan internasional. Dan juga bukan berarti dia gak jado di ilmu eksak lainnya. Itu sebuah keunggulan individu dibeberapa populasi. Cielah, wkwkwk.


  • Anak IPA bisa masuk semua jurusan kuliah. Sedangkan IPS tidak

Ya, anak IPA memang diberi julukan ‘tukang tikung’ kalo masalah perkuliahan. Karena apa? Ya, mereka mesti nikung jatahnya IPS sih wkwwk, peace. Tapi, IPS juga bisa kok masuk ke jurusan IPA. IPS masih punya harapan kok asal bisa lolos tes. Karena pelajaran IPA perlu ketelitian, berlatih terus menerus, ketekunan mengerjakan agar mendapat jawaban yang benar. Anak IPA juga penuh perjuangan loh waktu dia harus masuk dan belajar hal-hal berbau sosial. Karena pelajaran IPS bukan Cuma menghafal, tapi perlu penalaran dan analisis yang peka. Jadi, tidak ada yang tidak mungkin.

  • Anak IPA pendiam semua. Sedangkan IPS rame dan solid

Sejauh pengalaman aku sih, kelasku pernah menjadi kelas terkompak. Yaa, memang kompak kok. Tapi, aku juga bisa lihat banyak kelas IPA yang lainnya yang gak kalah kompak dengan kelas IPS. Mungkin gak terlalu terlihat dari luar, tapi bisa dirasakan disetiap penghuni kelasnya masing-masing kalo kelas mereka adalah kelas yang kompak. Karena kekompakan itu bukan hanya untuk dilihat, tapi dirasakan. Kalo kita merasa saling membutuhkan, maka persamaan kepentinganlah yang membuat individu-individu itu saling menguatkan, dan menghasilkan sesuatu yang solid. Asek.

Jadi kesimpulannya, apapun jurusannya, semua itu sama-sama penting dan saling melengkapi. Tidak ada ilmu yang paling baik. Tidak ada ilmu yang super. Semua jurusan juga perlu berpikir. Semua jurusan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Stop saling menjatuhkan. Jangan memandang IPS sebelah mata. Jangan memandang IPA sebelah mata juga, karena hidup itu untuk saling belajar, bukan saling menghajar. 

-DH-

20 Mei 2016

Aku Sayang Becky

Tuhan, aku mau bergerak bebas

Tuhan, aku mau berolahraga

Tuhan, aku mau main lompat tali, basket, berlari, senam lantai

Tuhan aku mau pakai gaya lay up, shooting, under ring

Tuhan, aku mau berlari cepat

Tuhan aku mau pakai gaya kijang

Tuhan, aku mau jungkir balik diatas matras itu

Tuhan aku mau melompat di tengah lengkungan karet yang dipegang teman-temanku itu

Tuhan aku mau gesit agar aku bisa menyalip teman-temanku itu

Aku mau lompat. Aku mau berlari, Tuhan

Tuhan, aku mau high heels itu

Aku mau berjalan cantik dengan sepatu hak tinggi itu

Tuhan, aku mau naik sepeda motor

Aku ingin bebas kemana saja sesuka hatiku

Tuhan, aku ingin menggendong bayi itu

Aku ingin menciumnya yang masih tanpa dosa

Tuhan, aku ingin sehat agar tidak kelelahan

Aku ingin berdiri dan duduk lebih lama saat upacara dan pelajaran berlangsung

Aku tak ingin merasakan nyeri di punggung yang sakitnya sangat luar biasa

Tuhan, aku ingin seperti mereka

Sangat mudah bagi mereka lakukan, tapi sangat sulit untuk kulakukan, itu butuh perjuangan

Aku ingin bisa seperti teman-teman, mereka terlihat lincah di atas lapangan itu. Aku ingin menyalip teman-temanku yang sedang berlari. Mereka tersenyum di bawah angin dengan tali, dan ring basket itu. Mereka semua terlihat gembira. Aku ingin bebas, Tuhan

Ups, tapi aku lupa. Aku punya Becky, tulang punggungku yang cantik sekali. Nanti kalau aku egois, dia bisa sakit lagi. Tidak, aku batalkan Tuhan. Aku tidak akan meminta bisa lompat seperti tupai lagi, aku tidak mendambakan lompatan secantik monyet lagi. Aku tidak ingin memakai sepatu yang berhak terlalu tinggi. Aku tidak ingin naik sepeda motor terlalu lama. Tidak.

Aku hanya ingin satu Tuhan. Aku ingin tersenyum. Aku mau mereka menghargai aku sebagai agen istimewa darimu. Bukan minta diistimewakan, tapi aku ingin dihargai. Aku yakin mereka bisa percaya, aku dan punggungku suatu saat bisa mereka terima dengan senyuman.

08 Mei 2016

Aku Wanita

Wanita itu istimewa. Apa istimewanya?
Wanita itu pemaaf. Ia memaafkan ketika kamu (kaum pria) mencoba membohonginya. Ia memaafkan ketika kamu mencoba menduakan cintanya. Ia memaafkan ketika kamu mencoba memarahinya. Ia selalu memaafkan ketika khilafmu besar kepadanya. Dan ia selalu memaafkan ketika kamu mencoba mengkhianatinya dengan berbagai cara.
Wanita itu kuat. Ia mampu tersenyum kala teriris hatinya, seakan semuanya tak terjadi apa-apa padahal yang membuat hatinya hancur adalah kamu, yang jahat sekali. Ia mampu tetap berharap walau terkadang hanya kebohongan yang ia dapatkan. Ia mampu tetap bertahan kala tak sanggup lagi hatinya menanggung beban. Ia mampu menunggu terlalu lama, tanpa kejelasan dan tanpa kepastian yang kamu berikan kepadanya, yang ia inginkan hanya satu. Kamu - salah satunya.

02 Mei 2016

Cerpen "Sesal yang Tertinggal"




 Amir, begitu ia dipanggil. Ia terlahir dengan satu tangan dan bibir sumbing. Namun begitu, Amir adalah anak yang ceria. Di Sekolah dia hanya mempunyai dua teman. Satu laki-laki dan satu perempuan. Teman-teman yang lain, malu berteman dengannya. Sering mereka mencibir dan mengejeknya. Namun begitu, Amir tak pernah bersedih atas sikap teman-temanya.


Pun dikeluarganya, Amir tidak memperoleh kasih sayang yang sebenarnya dari kedua orang tuanya. Ibunya seperti tak mau menerima kehadirannya dan malu apabila mengajaknya pergi. Ayahnya sama, ayahnya begitu keras dan temperamental. Tak jarang Amir dipukulinya apabila melakukan kesalahan sedikit saja. Alih-alih membelanya, sang ibu hanya diam tak membelanya bahkan ikut memarahinya. Hanya adiknya yang sayang terhadapnya.


Amir berasal dari keluarga biasa-biasa saja. Ayahnya seorang sopir angkot, sedang ibunya berjualan ubi dan singkong goreng dipasar. Suatu ketika ibunya tidak memasak, seharian Amir tak makan, tapi keduanya tak peduli. Namun Amir tak menggubris hal itu, ia tetap ceria dan tak banyak menuntut. Dia hanya makan ubi sisa jualan ibunya yang ada dimeja. Karena begitu sayangnya sang adik kepada kakaknya, tak jarang ia memberikan jatah makanan kepada sang kakak secara diam-diam. Sama halnya Amir yang begitu sayang terhadap adiknya, sehingga rela berbuat apa saja demi kebahagiaan sang adik.


Namun karena adiknya masih kecil, tak jarang sifat kekanakannya muncul. Seperti pagi tadi setelah shalat subuh, kotak musik dari sahabatnya yang diberikan untuk sang adik, tak sengaja Amir menjatuhkannya sehingga hancur berkeping-keping. Adiknya menangis menjadi-jadi. Ibunya pun memarahi Amir hahis-habisan. Kendati Amir meminta maaf berulang kali, sang adik belum berhenti menangis. Sampai kemudian ia berjanji akan membawa gantinya sepulang sekolah. “Benar ya kak, kakak harus membawa gantinya nanti setelah pulang sekolah,” pintanya.” Iya kakak janji,” kata Amir menyakinkan.


Di sekolah Amir gelisah memikirkan bagaimana cara mendapatkan uang untuk membeli kotak musik sang adik. Akhirnya Amir menemukan jalan keluar. Ia menjual jasa dengan cara membawakan belanjaan ibu-ibu kaya yang berbelanja di supermarket sepulang sekolah. Walaupun ia hanya  mempunyai satu tangan, ia sudah biasa melakukan hal itu. Sang ibu sering menyuruhnya membawa dagangan ke pasar dan tak jarang pula sang ayah menyuruhnya membawa beban berat. Sampai menjelang maghrib, Amir berhenti dari pekerjaannya. Dia menuju musalah terdekat untuk shalat. Selesai shalat, ia melanjutkan lagi pekerjaan tadi.


Uang untuk membeli kotak musik sudah terkumpul, namun ia  tak mampu menyisakan untuk ongkos pulang. Amirpun pulang dengan jalan berkaki. Meski sang ayah sopir angkot, Amir enggan menumpang angkotnya. Ia justru takut sang ayah memarahinya jika melihatnya berkeliaran di jalan selarut ini. Amir memutuskan untuk berjalan saja. Walaupun jarak pusat perbelanjaan dengan rumah Amir begitu jauh, Amir tak mengeluh. Ia ikhlas demi adiknya. Amir merasa bersalah karena telah menjatuhkan kotak musik sang adik. Namun saking tak sabarnya ingin cepat sampai rumah, ia tak sadar jika ada angkot yang melaju kencang kala ia akan menyeberang. Amir pun terpental, kepalanya terbentur jalan dan banyak mengeluarkan darah.


Dengan mata berkunang-kunang, Amir melihat kerumunan orang mengelilinginya. Ia juga melihat sosok yang tak asing. Orang itu menangis sambil berteriak memanggil namanya. Ya, Amir sangat mengenalnya. Dialah sopir angkot yang menabrak Amir, yang tak lain adalah ayah kandungnya sendiri. ”Ayah, tolong berikan kotak musik itu pada adik,” katanya lirih dengan napas tersenggal suara tersendat. Ayahnya hanya mengangguk. Namun sayang, Amir tidak bisa melihat kalau kotak musik itu ikut hancur terlindas kendaraan yang berlalu lalang dijalan itu. Sedetik kemudian setelah Amir menyampaikan pesan kepada ayahnya, ia meninggal dunia.


Isak tangis terdengar setelah pemakaman. Kini kedua orang tua Amir hanya bisa meratapi kepergiannya setelah sekian lama menyia-nyiakan. Sesekali terdengar suara anak perempuan kecil yang berkali-kali menanyakan kotak musik yang akan dibawakan sang kakak untuknya. “Kak, kotak musiknya mana? Kakak kan sudah janji sama aku?”.



-Dianti Hafiana-